Si Paling Pandji Hubungkan Jakarta dan New York Lewat Rumpi

Frasa ‘si paling’ marak digunakan sekitar setahun ke belakang. Umumnya, frasa ini dipakai dengan nada sinis untuk menyindir seseorang yang memproklamirkan diri sebagai fanatik di satu hal.

Misal, jika kamu menjumpai sesosok mas-mas mengunggah foto dirinya berjongkok mengenakan jersey lengkap dan bersepatu menghadap trophy juara di lapangan rumput sintetis dengan caption ‘ilmu padi’, maka cocoklah titel si paling futsal tersemat padanya. Di kasus lain, jika ada kawanmu yang hanya menonton film dan serial MCU tanpa mau mengenal superhero lain seperti Bima Satria Garuda, Super Dede, dan Ben 7, cocok pula julukan si paling Marvel kita bubuhkan di belakang namanya.

Lantas, apakah yang dimaksud dengan Si Paling Pandji yang jadi judul hajatan teranyat Comika.id hari Sabtu (17/06) lalu? Apa julukan itu ditujukan untuk mereka yang menonton semua special show, mendengar semua album rap, dan mendalami koreografi Anaconda hingga level doktoral?

Jawabannya tidak. Si Paling Pandji adalah sebuah talkshow dan gameshow bersama orang-orang yang pernah dan masih berhubungan dengan Pandji Pragiwaksono baik di level profesional maupun personal. Jadi, alih-alih terdengar sebagai sindiran layaknya penggunaan frasa ‘si paling’ yang biasa kita dengar, Si Paling Pandji justru terasa seperti pesan sayang. Manis.

Tentu saja tidak lengkap menyampaikan rasa sayang tanpa ada kehadiran orang yang dituju. Meski sudah kembali ke perantauan di New York sana, namun Pandji tetap hadir di Markas Comika dalam wujud video conference yang ditayangkan di televisi dan ditempatkan di tengah panggung. Pemandangan yang cukup untuk jadi sumber ide satu episode anyar Black Mirror.

Diadakan di Markas Comika, Si Paling Pandji membawa kesegaran tersendiri, sebab kali ini tidak ada satu menit pun penampilan stand-up comedy di daftar mata acara meski dipadati komika sebagai pengisinya. Variasi tersendiri untuk penonton.

Secara garis besar, Si Paling Pandji terbagi dalam tiga segmen yang dikelompokkan berdasar lingkup sosial si narasumber dengan Pandji. Sebagai pembuka, kita diajak untuk menyelami seluk beluk perjalanan tur yang pernah dijalani oleh Pandji lewat segmen berjudul Pandji Tour.

Segmen ini dipandu oleh Rizky Teguh sebagai host dengan Ben Gurion, Yudha Khan, dan Barry Williem jadi tiga narasumber pertama. Sesuai topik, tiga orang yang hadir di atas panggung sama-sama pernah terlibat dalam tur-tur yang dijalani oleh Pandji. Ben dan Barry terlibat dalam sejumlah tur Pandji, sementara Yudha punya pengalaman berbeda karena tergabung dalam tim tur Nusantarap.

Sejumlah fakta unik dari tur Pandji terkuak langsung dari mulut Ben, Yudha, dan Barry yang pernah berada dalam rombongan. Ben yang saat ini masih tergabung di tim Comika Event banyak mengungkap kejadian bawah panggung di tiap tur, misalnya salah satu permintaan tersulit yang dilayangkan oleh Pandji saat menjalankan Pragiwaksono di Manila. Sementara Yudha dan Barry sama-sama memiliki pengalaman sebagai kru dan opener sehingga memiliki pandangan yang kaya. Sejumlah kejadian seperti perjalanan spiritual perdana Yudha saat Nusantarap Bali atau kegetiran Barry yang terkesampingkan dari meledaknya video legendaris Rigen Marah-marah di Eropa di kanal YouTube Pandji adalah beberapa di antaranya.

Segmen ditutup dengan game tebak bit Pandji lewat gestur, yang ternyata juga cukup menyulitkan untuk si pemilik bit. Berdasarkan pantauan penulis, justru beberapa penonton di baris terdepan lah yang dengan cepat langsung mengangguk tanda paham begitu bit diperagakan. Mungkin beliaulah sosok si paling Pandji itu.

Berlanjut ke segmen dua yang bertajuk Pandji and Friends dengan Yudha Khan yang kali ini didapuk sebagai host. Terasa spesial, Mohamad Fuad alias Bang Fu dan Joshua Matulessy a.k.a JFlow dipilih sebagai perwakilan kawan yang akan membagi cerita personalnya seputar Pandji.

Keseruan langsung terasa sejak awal lantaran Fuad menantang Pandji untuk menebak lagu apa yang dipakai sebagai intro segmen. Pandji ternyata tak mampu menjawab dengan tepat judul dari lagu rap yang sebenarnya ia lantunkan sendiri itu, menimbulkan celaan bertubi dari Fuad dan JFlow. Yudha yang sejatinya bertugas sebagai penentu ritme obrolan bahkan sempat tersingkir dan memilih untuk mempersilahkan obrolan tensi tinggi Pandji, Fuad, dan JFlow berlanjut secara auto pilot.

“Orang-orang pemarah ngumpul gini jadinya,” begitu kira-kira ucap Yudha sembari duduk lemas memandangi cue card.

Di awal, Fuad dan JFlow menceritakan awal perkenalan mereka dengan Pandji yang ternyata memiliki alur tak biasa. Fuad berasal dari pendengar setia siaran Pandji bersama Steny Agustaf di Hard Rock FM sementara JFlow malah tak sengaja menghadiri release party album pertama Pandji. Dari jalur yang berbeda-beda itu, ketiganya lalu sempat bernaung di bawah bendera Bedebah FC.

Kisah-kisah masa lalu tak lepas dari obrolan di sesi ini. Fuad berkisah tentang tingkah Pandji yang kerap ia hardik di lapangan hijau tiap akhir pekan. JFlow menceritakan memori indahnya saat tergabung dalam program Provocative Proactive, di mana ia menyaksikan langsung betapa menggebu-gebunya seorang Pandji.

Tak melulu hal lucu, Fuad dan JFlow sempat membangun suasana menyentuh saat membahas tentang perasaan mereka kala melihat Pandji terbang ke Amerika Serikat. Momen haru tidak dibiarkan berlarut-larut dengan game penutup segmen, yakni tes seberapa kenal dengan Pandji, di mana Fuad dan JFlow diminta menebak sejumlah hal, dari yang umum seperti hari lahir Pandji hingga yang menggelitik seperti pilihan presiden Pandji.

Pada sesi pamungkas, hadir segmen 00:44 yang menghadirkan sosok-sosok yang pernah dan masih menjadi karyawan Pandji. Mereka adalah Bonar Manalu, Yono Bakrie, dan Rizky Teguh. Barry Williem menjadi host untuk sesi ini.

Beda dengan dua sesi sebelumnya, kali ini tidak ada tempat duduk yang tersedia di atas panggung sehingga keempat pengisi acara sama-sama berdiri. Mungkin ini merupakan pesan simbolik di balik penjudulan segmen, bahwa 00:44 menandakan kesigapan para karyawan untuk senantiasa bangkit berdiri menyelesaikan tugasnya. Tentu ini hanya pengamatan sok tahu semata. Untuk lebih validnya, nanti kita cari tahu langsung pendapat ahli semiotika Ferdinand De Saussure.

Segmen 00:44 adalah penutup yang sangat pas untuk acara Si Paling Pandji. Kombinasi para komika yang memiliki kelihaian komedik seorang ‘pemaeeen’ bersatu padu dalam kisah-kisah ajaib mereka selama bekerja bersama Pandji. Dimulai dari Bonar dan kisahnya sebagai personal assistant, lalu Yono dan kisah legendaris pesawat bisnis, serta Riztegh yang masih setia menggarap event Comika meski menolak untuk dibebani tanggung jawab untuk event yang lebih besar. Satu persamaan yang menghubungkan Bonar, Yono, dan Riztegh adalah bahwa pekerjaan mereka mampu berjalan beriringan dengan keinginan mendalami stand-up comedy. Tentu saja dengan keluh kesahnya masing-masing yang dijabarkan gamblang di atas panggung.

Di penutup segmen, Barry sejenak menjelma menjadi Sonny Tulung saat memandu game Employee 100, versi modifikasi dari Famili 100. Pada game ini, Bonar, Yono, dan Riztegh harus menjawab sejumlah pertanyaan seputar Pandji yang jawabannya didapat dari survei kepada para karyawan Comika Company. Pandji juga mendapatkan giliran untuk menjawab saat ketiga peserta tak mampu menyelesaikan pertanyaan.

Permainan usai, begitu pula acara malam hari itu. Seluruh pengisi acara kembali ke atas panggung, berdiri berdampingan dengan Pandji–yang menurut Yono nampak seperti istrinya Plankton karena muncul dalam wujud televisi–untuk memberi salam penutup pada para penonton.

Jika kamu adalah golongan yang tak menghadiri langsung acara hari Sabtu lalu, seluruh keseruan Si Paling Pandji sudah hadir dalam wujud video digital di Comika.id. segera chekout video digital Si Paling Pandji Talk & Game Show

Source : comika.id
error: Content is protected !!